Mei 26, 2010

Teknologi di Balik Transformers 2


Pembuatan film ‘Transformers 2 : Revenge of the Fallen’ membutuhkan skill dan spesifikasi hardware tingkat tinggi.
Belum habis rasa takjub melihat efek animasi Transformers 1, penikmat film kembali dipuaskan dengan special effect Transformer 2. Rupanya, hadirnya kecanggihan robot-robot di dalam film itu, berkat kerja keras sang sutradara, Michael Bay dan tangan dingin Industrial Light and Magic (ILM), sebuah perusahaan visual effect yang didirikan George Lucas. Alhasil, mobil, pesawat, dan alat-alat berat bisa dibuat berubah menjadi robot-robot raksasa yang bisa bergerak lincah.
Kerja keras dalam riset dan pengembangan teknologi animasi untuk menciptakan karakter dalam film Transformers sudah dimulai sejak penggarapan film pertama. Memang, Transformers 2 adalah pengembangan dari hasil yang telah dicapai oleh Transformers 1.
MegatronUntuk menciptakan karakter yang sesuai dengan ikon dalam serial kartun Transformers, tim produksi bekerja sama dengan tim dari Hasbro, sebuah perusahaan mainan yang menciptakan model-model Transformers. Termasuk masalah detail dan proses transformasi para robot tersebut. Orang yang berperan penting dalam terciptanya real live action para robot Transformers yang awalnya hanya sebuah gambar kartun adalah Jeff Mann, sang production designer pada Transformers 1.
Tak mudah membuat satu karakter Transformers. Dibutuhkan ribuan keping komponen yang disatukan menjadi sebuah robot raksasa. Dengan menggunakan teknik digital, tim spesial efek menciptakan komponen-komponen itu lalu menempatkan titik-titik pergerakan agar nantinya lebih mudah untuk digerakkan. Jika semua komponen dari tiap karakter robot yang ada dalam film itu disusun berjejer, maka panjangnya mencapai 180 mil atau seluas negara bagian California.
Setelah merangkai setiap komponen, tantangan berikutnya adalah membuat robot-robot itu bergerak. “Orang berpikir bahwa sebuah robot raksasa pasti akan memiliki pergerakan yang lambat, tetapi Michael Bay justru menginginkan robot itu selincah ninja dan penuh aksi,” kata Jeff White, Digital Production Supervisor ILM. Untuk merealisasikan hal itu, tim produksi mengumpulkan berbagai rekaman adegan stunt yang kemudian gerakannya diimitasikan pada robot-robot animasi tersebut.
DevastatorLalu untuk pergerakan mulut dan raut wajah, mereka menggunakan facial animation process. Tim produksi akan melakukan riset berapa titik wajah yang harus dipetakan ketika seseorang bicara. Titik-titik itulah yang ditransformasikan dalam bentuk digital. Misalnya, untuk membuat Optimus Prime seolah berbicara dibutuhkan sekitar 34.000 titik yang harus digerakkan.
Visual Effects Supervisor ILM, Scott Farrar mengatakan, pada Transformers 2 setiap detail animasi dikembangkan pada tahapan yang lebih halus. Di film ini juga terdapat sekitar 40 karakter tambahan.
“Karena akan ditayangkan di IMAX, maka film ini memiliki resolusi yang besar dan lebih kompleks,” jelasnya. Karena menambahkan beberapa detail dalam penggarapannya, sang eksekutif produser Steven Spielberg harus mengeluarkan dana lebih besar untuk menambah daya tampung hard disk komputer tim produksi.
Kalau Transformers 1 menghabiskan 20 terabyte (sekitar 1,024 gigabyte), pada Transformers 2 dibutuhkan ruangan digital sebesar 150 terabyte. Proses rendering (proses final dari beberapa deretan proses animasi) juga membutuhkan waktu lama.
Sebagai gambaran, bila proses tersebut dilakukan oleh satu komputer paling canggih, maka sebanyak 555 gambar yang melibatkan visual efek, baru akan selesai di-render setelah 16.000 tahun.
Kerumitan tingkat tinggi juga dihadapi dalam membuat karakter Devastator, robot paling besar dari kubu Decepticon. Robot yang terbentuk dari tujuh robot hasil transformasi alat-alat berat ini adalah robot penghancur. Dengan kekuatan satu hisapan saja, robot ini bisa menarik dan menghancurkan benda apa saja yang berada di depannya. Karena terbentuk dari beberapa robot Decepticon yang berbeda, ukuran robot yang satu ini luar biasa besarnya. Devastator adalah robot terbesar di dua film Transformers.
Sebagai perbandingan, untuk membuat Optimus Prime dibutuhkan 10.000 komponen yang dapat bergerak. Sedangkan pada Devastator, komponen yang dibutuhkan delapan kali lipatnya yaitu sekitar 80.000 komponen. Salah satu adegan yang merupakan karya terbesar yakni ketika Devastator mendaki sebuah piramid lalu menghancurkan puncaknya, dan menghisap bebatuan di atasnya. “Kami ingin membuat semua lebih real dalam adegan ini. Untuk itu, kami me-render tak hanya robotnya tapi juga latar belakangnya,” kata Farrar.


Film berdurasi 147 menit ini banyak menyajikan keajaiban-keajaiban animasi. Tak hanya aksi Optimus Prime dan rekan-rekannya, film ini sarat dengan ledakan akibat pertarungan para robot. Memang ledakan-ledakan dalam film ini tak semuanya animasi, tim produksi juga menggunakan bahan peledak yang penggunaannya sudah direncanakan.
Kualitas efek visual film ini tidak perlu diragukan lagi dan patut mendapat acungan dua jempol. Autobot maupun Decepticon terlihat sangat detail, gerakannya pun sempurna tanpa cacat. Selain efek visual dan sebagainya, aktor-aktris film ini patut mendapat sorotan. Apalagi penampilan seksi Megan Fox mampu jadi daya tarik tambahan dalam ‘Transformers: Revenge of the Fallen’ ini. RIE (Berita Indonesia 69)

2 komentar:

  1. Bagus ternyata indonesia sesungguhnya sudah ada transformers bajaj duluan sebelum ada optimus prime

    BalasHapus

footer