klikinfoku.com - Jakarta – Apple boleh saja berbangga hati
mengukuhkan diri sebagai perusahaan dengan kapitalisasi pasar lebih dari
USD 700 miliar atau nyaris Rp 9.000 triliun. Namun soal penjualannya di
suatu negara, mereka dikalahkan oleh ponsel lokal yang satu ini.
Tak cuma berhasil melibas penjualan iPhone, ponsel ini bahkan ikut
menempel ketat Samsung di negaranya. Brand ponsel yang baru seumur
jagung ini berhasil menembus tiga besar penjualan hanya dalam waktu
empat tahun kehadirannya.
Merek ponsel ini adalah Wiko. Ia berhasil mencuri perhatian pasar
penikmat gadget di Eropa berkat kesuksesannya menembus ke peringkat tiga
penjualan di Prancis, mengejar Samsung dan Apple yang ada di urutan
pertama dan kedua.
Bahkan perusahaan yang meluncurkan ponselnya pertama kali pada tahun
2011 lalu di kota Marseille ini mengklaim sebagai vendor smartphone
secara terbesar kedua di Prancis dalam hal penjualan secara online,
dengan menguasai pangsa pasar 14,2%.
Dengan kata lain, seperti detikINET kutip dari Zdnet,
Rabu (11/2/2015), Wiko smartphone saat ini telah berada di posisi kedua
setelah Samsung dan mengalahkan iPhone yang dibanggakan Apple.
Menurut analis CCS Insight, Wiko sudah berhasil menjual sekitar 1,7
juta smartphone di Prancis pada tahun 2013 lalu dan meningkat menjadi
dua juta lebih pada tahun 2014 berdasarkan angka riset GFk.
George Jijiashvili, peneliti dan analis dari CCS Insight mengatakan,
selain berhasil mengangkat sentuhan cita rasa lokal kebanggaan warga
Prancis, harga smartphone Wiko juga sangat terjangkau serta memiliki
spesifikasi tinggi yang diklaim berkualitas kelas dunia
Selain itu, layanan purna jual yang baik merupakan faktor kunci yang
mendorong loyalitas pelanggan. Perusahaan ini juga memiliki spesialisasi
dalam menghadirkan smartphone dual SIM.
Sukses jadi tuan rumah di negeri sendiri, Wiko pun melebarkan
sayapnya ke negara tetangga. Setelah Eropa dan Amerika Serikat, pasar
yang tentu tak luput dari incaran adalah Asia. Mungkin saja dalam waktu
dekat akan menyambangi Indonesia.
Salah satu lini ponsel yang diandalkan Wiko adalah Getaway yang
memiliki tampilan ergonomis dan terlihat kekar, namun memiliki tombol
yang simpel.
Pada bagian samping tombol volume, ada slot dwifungsi yang bisa
menampung nano-SIM dan microSD. Jadi, satu slot tersebut bisa digunakan
untuk SIM card atau memori eksternal.
Wiko Getaway hadir dengan layar sentuh ukuran 5 inch, prosesor 1.3
GHz, OS Android 4.4.2, memori internal 16GB, RAM 1GB, baterai 2000 mAh,
resolusi kamera 13 MP, 4128 x 3096 pixels, autofocus, LED flash. Selain
itu, smartphone ini juga bisa memutar video HD1080p dengan 30fps.
klikinfoku.com - Paramaribo - Seorang calon presiden di Suriname,
Raymond Sapoen diketahui berdarah Banyumas, Jawa Tengah. Hal itu diakui
langsung oleh Raymond yang pernah menjadi menteri Suriname.
“Saya adalah generasi ketiga. Saya punya catatan tentang leluhur saya, namun yang pasti adalah mereka berasal dari Banyumas,” ujar Raymond dalam percakapan telepon dari Paramaribo, Suriname, seperti dikutip Liputan6.com dari BBC, Sabtu (7/2/2015).
“Saya tidak tahu persis apakah masih ada saudara, saya tidak punya kontak, saya perlu riset lagi,” tambah Raymond dalam campuran bahasa Jawa dan Inggris.
Raymond juga memastikan pencalonannya untuk menuju kursi orang nomor 1 di Suriname, negara di belahan selatan Benua Amerika yang dulu dikenal dengan nama Guyana Belanda.
“Aku tinggal di Suriname, anakku telu, lanang….Aku arep dadi presiden Republik Suriname, partaiku jenengane Pertjaja Luhur (anak saya tiga, saya mencalonkan diri jadi presiden dari Partai Pertjaja Luhur),” kata Raymond.
Walaupun sudah tiga generasi tinggal di Suriname, ia mengaku tetap menggunakan bahasa Jawa dengan orang tua dan juga anak-anaknya.
“Kami tidak menggunakan bahasa Indonesia, namun bahasa Jawa. Orang tua saya bicara bahasa Jawa. Anak-anak saya dalam pendidikannya menggunakan bahasa Belanda, namun di rumah kami berbahasa Jawa.”
“Ini budaya kami, kebiasaan kami, dan kami harus merangkulnya karena bagian dari identitas kami,” katanya lagi.
Raymond sebelumnya pernah menjabat menteri perdagangan dan industri dari 2012 sampai akhir 2014 dan menjadi menteri pendidikan pada 2010 dan 2012. Saat ini, Raymond Sapoen merupakan kader partai oposisi, Partai Pertjaja Luhur dan tengah berkampanye untuk Pemilihan Presiden Suriname yang bakal dilangsungkan pada tanggal 25 Mei mendatang.
Informasi soal Raymond terkait asal usul keturunan asal Banyumas pertama kali dilontarkan oleh seorang warga keturunan Belanda yang kini bermukim di Desa Karangbanjar, Purbalingga bernama Arie Grobbee.
Dia menuturkan, kakek buyut Raymond Sapoen diduga berasal dari Desa Kanding di Banyumas, Jawa Tengah. Hal itu ia ketahui setelah menghubungi seorang temannya di Belanda, August de Man, begitu melihat ada kata ‘Sapoen’ pada Raymond Sapoen, beberapa waktu lalu.
“Teman saya memberikan data mengenai siapa jati diri Sapoen beserta fotonya. Saya kaget, ternyata dari data arsip yang dimiliki Pemerintah Belanda tersebut, Sapoen berasal dari Desa Kanding, Banyumas. Data tersebut menyebutkan bahwa Sapoen berangkat dari Batavia pada 1928 ke Suriname. Waktu itu, tempat yang dituju adalah Paramaribo,” jelasnya.
Pada data di situs Arsip Nasional Belanda yang ditelusuri BBC, ditemukan nama Sapoen dalam daftar warga Hindia Belanda yang dikirim pemerintah kolonial Belanda ke Suriname.
Dalam daftar tersebut dijelaskan bahwa Sapoen diberangkatkan ke Paramaribo pada 30 Juni 1928 menggunakan kapal bernama Merauke II. Asal Sapoen dari Desa Kanding, Banyumas juga disebutkan.
“Saya adalah generasi ketiga. Saya punya catatan tentang leluhur saya, namun yang pasti adalah mereka berasal dari Banyumas,” ujar Raymond dalam percakapan telepon dari Paramaribo, Suriname, seperti dikutip Liputan6.com dari BBC, Sabtu (7/2/2015).
“Saya tidak tahu persis apakah masih ada saudara, saya tidak punya kontak, saya perlu riset lagi,” tambah Raymond dalam campuran bahasa Jawa dan Inggris.
Raymond juga memastikan pencalonannya untuk menuju kursi orang nomor 1 di Suriname, negara di belahan selatan Benua Amerika yang dulu dikenal dengan nama Guyana Belanda.
“Aku tinggal di Suriname, anakku telu, lanang….Aku arep dadi presiden Republik Suriname, partaiku jenengane Pertjaja Luhur (anak saya tiga, saya mencalonkan diri jadi presiden dari Partai Pertjaja Luhur),” kata Raymond.
Walaupun sudah tiga generasi tinggal di Suriname, ia mengaku tetap menggunakan bahasa Jawa dengan orang tua dan juga anak-anaknya.
“Kami tidak menggunakan bahasa Indonesia, namun bahasa Jawa. Orang tua saya bicara bahasa Jawa. Anak-anak saya dalam pendidikannya menggunakan bahasa Belanda, namun di rumah kami berbahasa Jawa.”
“Ini budaya kami, kebiasaan kami, dan kami harus merangkulnya karena bagian dari identitas kami,” katanya lagi.
Raymond sebelumnya pernah menjabat menteri perdagangan dan industri dari 2012 sampai akhir 2014 dan menjadi menteri pendidikan pada 2010 dan 2012. Saat ini, Raymond Sapoen merupakan kader partai oposisi, Partai Pertjaja Luhur dan tengah berkampanye untuk Pemilihan Presiden Suriname yang bakal dilangsungkan pada tanggal 25 Mei mendatang.
Informasi soal Raymond terkait asal usul keturunan asal Banyumas pertama kali dilontarkan oleh seorang warga keturunan Belanda yang kini bermukim di Desa Karangbanjar, Purbalingga bernama Arie Grobbee.
Dia menuturkan, kakek buyut Raymond Sapoen diduga berasal dari Desa Kanding di Banyumas, Jawa Tengah. Hal itu ia ketahui setelah menghubungi seorang temannya di Belanda, August de Man, begitu melihat ada kata ‘Sapoen’ pada Raymond Sapoen, beberapa waktu lalu.
“Teman saya memberikan data mengenai siapa jati diri Sapoen beserta fotonya. Saya kaget, ternyata dari data arsip yang dimiliki Pemerintah Belanda tersebut, Sapoen berasal dari Desa Kanding, Banyumas. Data tersebut menyebutkan bahwa Sapoen berangkat dari Batavia pada 1928 ke Suriname. Waktu itu, tempat yang dituju adalah Paramaribo,” jelasnya.
Pada data di situs Arsip Nasional Belanda yang ditelusuri BBC, ditemukan nama Sapoen dalam daftar warga Hindia Belanda yang dikirim pemerintah kolonial Belanda ke Suriname.
Dalam daftar tersebut dijelaskan bahwa Sapoen diberangkatkan ke Paramaribo pada 30 Juni 1928 menggunakan kapal bernama Merauke II. Asal Sapoen dari Desa Kanding, Banyumas juga disebutkan.