Jakarta sudah jengah dengan masalah
kemacetan. Kita yang tinggal di kota metropolitan yang begitu dinamis
ini bak kenyang dengan kemacetan setiap hari. Tapi, saat itu pulalah
pemerintah membuka wacana tentang mobil murah bagi kalangan menengah.
Kemacetan di Jakarta adalah masalah
bersama. Jenis kendaraan apapun yang kita gunakan untuk beraktivitas,
tidak ada yang lolos dari kemacetan. Dengan kondisi seperti ini,
ditambah pemilik kendaraan pribadi yang terus bertambah setiap tahunnya,
kabarnya Jakarta akan mencapai ‘titik kunci kemacetan’ tidak lama lagi.
Ini tentu mengerikan.
Tapi, pemerintah kembali membuat kontroversi dengan program pengadaan mobil murah (populer dengan istilah LCGC – Low Cost and Green Car –
mobil murah dan ramah lingkungan), yang menurut Menteri Perindustrian
MS Hidayat (sebagai perwakilan dari pemerintah yang mengeluarkan
peraturan tersebut) akan membantu banyak masyarakat untuk bisa memiliki
kendaraan pribadi. Nantinya, tambah MS Hidayat lagi, mobil–mobil murah
ramah lingkungan itu akan disebar ke tiga puluh tiga provinsi dan setiap
provinsi mendapat jatahnya masing-masing.
Di Jakarta, keputusan itu ditentang oleh
Gubernur Joko Widodo dan wakilnya Basuki Tjahaja Purnama yang
berpendapat bahwa aturan itu akan semakin memperparah kondisi kemacetan
di Jakarta. Sebagai warga Jakarta yang ‘menikmati’ kemacetan setiap
hari, kita tentu memahami kekhawatiran Joko Widodo. Melihat kondisi
jumlah kendaraan yang sekarang saja, tidak bisa terbayang seperti apa
Jakarta saat mobil–mobil murah (yang katanya akan ramah lingkungan itu)
beredar secara resmi.
Beberapa pihak bahkan menuding, aturan
mobil murah ramah lingkungan itu adalah proyek akal-akalan pemerintah
dan pihak swasta. Karena bagaimanapun, itu akan mendongkrak penjualan
kendaraan pribadi dari para produsen. Para produsen akan melihat
Indonesia, sebagai pasar mobil murah ramah lingkungan yang prospektif.
Padahal infrastruktur jalan dan transportasi sangat belum mendukung.
Apalagi di Jakarta. Kita saja, sebagai warga biasa masih bisa bernalar
bahwa lebar dan jumlah jalan harus ditambah untuk mengizinkan lebih
banyak kendaraan pribadi beredar di jalanan.
Namun, Joko Widodo (di sebuah wawancara
media yang kami kutip di sini) mengatakan bahwa ia tidak bisa berbuat
apa–apa mengenai peraturan itu. Toh, peraturan itu akan tetap
dijalankan. Pemerintah DKI Jakarta berencana mempertegas beberapa
peraturan dan membuat aturan–aturan tambahan lainnya untuk ‘melawan’
beredarnya lebih banyak kendaraan pribadi sebagai akibat dari peraturan
mobil murah tadi.
Misalnya, penerapan pajak kendaraan
lebih tinggi, penambahan jumlah bis serta jalan, membuat tingkat
kenyamanan di kendaraan umum lebih baik, bahkan menerapkan pajak
elektronik jalan (dikenal dengan istilah ERP – yang akan segera
diberlakukan) yang tinggi bagi kendaraan pribadi yang melewati
jalan–jalan protokol. Semua penerimaan dari alternatif itu, menurut
wakil gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, akan dialihkan pada
pos pemaksimalan infrastruktur jalan di Jakarta. “Agar orang-orang iri
dengan betapa nyamannya bisa naik kendaraan umum di Jakarta,” ujar Ahok,
begitu wakil gubernur DKI Jakarta, biasa dipanggil.
Bagaimana tanggapan Fimelova? Tertarik
dengan program mobil murah dan ramah lingkungan itu? Karena kabarnya
akan dibandrol di bawah Rp 100 juta. Atau, terus berdoa agar proyek MRT
(kereta monorail) segera rampung dan kendaraan umum semakin banyak dan
nyaman?
sumber : http://www.fimela.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar